Kali ini aku mencoba untuk menonton
sebuah animasi yang berasal dari Jepang yang entah kenapa judulnya berbahasa
Prancis, mungkin karena animasi ini dimaksudkan untuk ikut kontes di Prancis
atau animasi ini simply mengambil background dari Prancis. Idk. Tapi, animasi
ini bagus dan sedikit mengingatkanku pada animasi dari Pixar, Up,karena animasi ini berpusat pada seorang kakek yang hidup sendirian. Untuk
cerita yang disuguhkan di animasi ini, animasi ini terpusat di rumah si kakek
yang dikelilingi dengan banjir yang entah darimana dan banjir itu membuat kakek
itu menambah tinggi dari rumah itu dan sepertinya itulah yang dimaksud dengan
judul ‘The House of Small Cubes’, sebuah rumah dari setumpukan kubus yang
semakin lama semakin tinggi karena si kakek menghindari banjir. Satu saat si
kakek memutuskan untuk turun ke bagian bawah rumahnya saat melihat ada
seseorang yang menjual alat selam. Cerita ini semakin menarik ketika si kakek
semakin lama semakin turun ke bagian dasar rumahnya. Setiap kubus yang dia
masuki dipenuhi dengan memori kehidupannya, dari saat terakhirnya bersama
istrinya sampai saat dimana dia pertama kali bertemu dengan istrinya. Semua
kenangan itu dimulai dari kubus terbawah dimana dia memulai kehidupan bersama
istrinya.
Animasi
yang disutradai Kunio Katou ini cukup pendek, kurang lebih berkisar 12 menit,
tapi kamu dibawa menuju perjalanan kehidupan si kakek, dimulai saat dia masih
kecil sampai tua. Animasi ini juga non dialogue, hanya diiringi dengan alunan
piano, petikan ukulele, dan oboe yang disuguhkan oleh Kenji Kondo yang,
menurutku, menimbulkan perasaan ringan menyenangkan
juga kesedihan. In conclusion, menurutku animasi ini simple, tapi dalam. Animasi
ini bisa menimbulkan rasa haru tersendiri, apalagi melihat si kakek mengalami
flashback tentang kehidupannya yang lalu dan kenyataan kalau si kakek hanyalah
satu-satunya anggota keluarga yang masih tersisa di rumah itu. Untuk gambarnya,
aku emang bukan expert bidang gambar, tapi menurutku gambar dari animasi ini
sudah cukup ekspresif dan pas untuk menceritakan tentang kehidupan si kakek.
Bagi orang-orang yang suka dengan animasi dengan tema slice of life atau
sesuatu yang simple, animasi ini sangat wajib ditonton. Apalagi melihat
beberapa awards yang sudah diterima oleh animasi ini seperti:
2008
Hiroshima Prize and Audience Prize Hiroshima International Animation Festival
2008
Grand Prize Animation Division Japan Media Arts Festival
2008
Grand prize for short films (the Annecy Cristal)
2008
Academy Award for Best Animated Short Film
Pastinya
animasi ini bukan sembarang animasi yang bisa diacuhkan, kan?
P.S. I will not attach a trailer, it's only 12 minutes, better watch it right away, right?
Film ini
menarik, bisa memperlihatkan betapa mudahnya masyarakat berpihak kepada sesuatu
melalui kekuatan media, seperti televisi dan internet. Film ini bermula dari sebuah
kasus pembunuhan yang menarik banyak orang karena korban dari kasus itu dibunuh
dengan cara yang keji. Seorang staf di salah satu televisi bernama Akahoshi merasa
kalau dia punya kesempatan untuk mendapatkan scoop besar ketika salah seorang
temannya bilang kalau dia mengenal korban dari kasus pembunuhan yang baru-baru
ini dibicarakan. Satu hal yang menarik tentang Akahoshi ini, dia selalu
menggunakan twitter untuk mengabarkan apapun yang sedang dia lakukan, termasuk
saat temannya mulai bercerita tentang korban dari kasus pembunuhan itu, Noriko
Miki. Beberapa orang mulai merespon twitternya dan inilah awal dimana film ini
mulai menceritakan bagaimana masyarakat bisa dengan mudahnya dipengaruhi oleh
media. Akahoshi juga yang menamakan kasus itu sebagai ‘Kasus Pembunuhan Putri
Tidur’. Ketika Akahoshi memulai pengejarannya mengenai kasus itu, pemberitaan
yang dia lakukan menyimpulkan sesuatu, yakni kasus pembunuhan yang melibatkan
Noriko Miki dilakukan oleh rekan kerjanya yang bernama Shirono Miki. Seiring
dengan berjalannya film ini, semua testimoni yang dikumpulkan Akahoshi
mengarahkan kepada sebuah fakta bahwa Shirono Miki tidak suka oleh Noriko Miki.
Shirono Miki yang memiliki nama yang berarti “Putri cantik di sebuah kastil’
selalu dibandingkan oleh Noriko Miki yang memiliki paras yang cantik dan digambarkan
baik hati. Apalagi Satoshi Shinoyama yang dikatakan dekat dengan Shirono Miki,
meninggalkan Shirono Miki karena Noriko Miki. Semua testimoni yang memojokkan
Shirono Miki akhirnya mulai berbalik dengan datangnya protes dari teman Shirono
Miki di twitter dan protes ini sedikit demi sedikit mulai menuai hujatan kepada
Akahoshi yang pemberitaannya memberatkan Shirono Miki. Apalagi dengan datangnya
sebuah surat protes dari teman Shirono Miki di kuliah, Minori Maetani membuat Akahoshi
harus kembali dengan sumber testimoni yang baru mengenai Shirono Miki. Akhirnya
fakta baru tentang Shirono Miki akhirnya terungkap dan walaupun sedikit,
beberapa dukungan datang untuk Shirono Miki dan posisi Shirono Miki sebagai
‘dugaan tersangka’ mulai dipertanyakan. Selebihnya, film ini memposisikan kita
untuk mencerna kehidupan Shirono Miki secara netral dan mulai menduga-duga
apakah dia benar-benar orang yang telah membunuh Noriko Miki.
Menurutku,
film ini tidak berbeda dengan film lainnya yang mengupas tentang kasus pembunuhan
ala Jepang lainnya yang juga mengupas tentang drama kehidupan masing-masing
karakter, terutama orang yang dianggap sebagai tersangka. Lagi-lagi, kita
diajak untuk melihat seorang tersangka, tidak hanya dari sisi buruknya, tapi
juga sisi baiknya dan kenapa dia bisa dianggap sebagai tersangka. Dalam film
ini, Ayano Gou memainkan perannya dengan baik sebagai staf televisi yang egois
dan hanya memikirkan bagaimana caranya untuk mendapatkan berita yang menarik
banyak penonton. Mao Inoue juga memerankan perannya dengan baik sebagai Shirono
Miki, orang yang merupakan pusat penting dari cerita ini. Para pemeran lainnya
seperti Misako Renbutsu, Nanao, Nobuaki Kaneko, Shihori Kanjiya, Erena Ono,
Mitsuki Tanimura memberikan porsinya masing-masing untuk membentuk film ini
sebagai satu kesatuan yang bagus. Film ini, walaupun menurutku tidak berbeda
dengan beberapa film tentang kasus pembunuhannya lainnya, memberikan bentuk
tersendiri dengan menggabungkan teknik film documentary seperti Blair Witch Project. Menurutku, film ini
mencoba untuk menggambarkan senyata mungkin kejadian yang terjadi di film ini
dengan menggambarkan kehidupan pertelevisian dan twitter. Sebagai sutradara,
Yoshihiro Nakamura, melakukan pekerjaan yang bagus dalam menyutradai film ini. Penggunaan
string musik yang mengiringi film ini juga merupakan sebuah point plus buatku
karena musik yang digunakan, menurutku, mengangkat emosi yang ingin ditampakkan
di film ini. Satu hal lagi, film ini berdasarkan sebuah novel dari Kanae
Minato. Tampaknya akhir-akhir ini, film yang berdasarkan novel juga cukup ramai
di Jepang, sama halnya film-film Hollywood. Dan untuk film yang didasari dari
sebuah novel, kupikir, film ini merupakan film yang cukup bagus dan personally,
aku merekomendasikan film ini sebagai film yang patut ditonton, terutama bagi
penggemar film Jepang.
Kesan pertama yang aku dapat dari film
ini adalah mengejutkan. Kupikir film ini hanyalah film Jepang biasa yang
bertemakan horor, tapi diluar dugaan film ini punya sesuatu yang lebih daripada
itu. Awal dari film ini, aku langsung diperlihatkan dengan adegan yang
mengindikasikan kalau film ini berkaitan dengan doppelganger. Benar saja, film terfokus
dengan kehidupan orang-orang yang memiliki doppelganger dan karakter utama di
film ini adalah Shinobu Kirimura, seorang pelukis yang memiliki keinginan kuat
untuk memenangkan sebuah kompetisi bergengsi bagi pelukis. Lukisannya yang
menggambarkan potret jendela merupakan kesempatannya yang terakhir untuk
mengikuti kompetisi tersebut dan dia benar-benar mendedikasikan dirinya untuk
menyelesaikan lukisan itu sebelum akhirnya bertemu dengan calon suaminya,
Takamura. Kehidupan Shinobu Kirimura perlahan mulai berubah. Dia tidak lagi
melihat lukisannya sebagai satu-satunya hal yang penting dalam hidupnya, tapi
dia menikmati kehidupannya sebagai Nyonya Takamura. Dia bahagia dengan dua
kehidupannya, sebagai pelukis dan Nyonya Takamura, tapi semua itu tidak
berjalan dengan lama ketika dia mulai merasa ada sesuatu yang aneh di
sekelilingnya. Sebuah kejadian tidak menyenangkan di supermarket mempertemukannya
dengan seorang detektif yang menjelaskan hal aneh yang dia rasakan. Bilocation,
adanya fenomena dimana keinginan kuat seseorang membentuk persona baru yang
menyerupai orang tersebut. Shinobu Kirimura yang kini bernama Shinobu Takamura
bertemu dengan beberapa orang lainnya yang juga memiliki bilocation. Mereka
membentuk suatu grup dan mulai membicarakan tentang kehidupan yang mereka
miliki dengan adanya bilocation. Tentunya, film ini tidak akan menarik kalau
tidak ada kejadian yang memicu klimaks. Klimaks mulai berjalan ketika Shinobu
Takamura dan teman-temannya merasa bahwa bilocation yang mereka punya mengancam
nyawa mereka. Seiring dengan terjadinya konflik yang ada, film ini mengarahkan
para penonton ke suatu hal yang mengejutkan.
Aku bisa bilang kalau sutradara film
ini, Mari Asato, memiliki cara yang baik untuk mengemas twist di film ini dan
saat twist yang ada perlahan terungkap, itu tidak serta merta membuat film ini
membosankan, malahan aku semakin tertarik untuk menonton sampai ke ending film ini.
Film ini juga membuatku penasaran untuk melihat novel Bilocation karya Hojo
Haruka yang merupakan sumber dari film ini. Film ini mengejutkan karena film
ini telah melampaui ekspetasi yang kupunya. Masing-masing pemeran di film ini
pun menunjukkan akting yang begitu natural walaupun beberapa dari mereka harus
memainkan dua peran yang berbeda. Personally, aku memuji akting detektif Kano
yang harus memerankan peran yang memainkan emosi yang cukup kuat. Asami
Mizukawa sebagai Shinobu Kirimura dan Shinobu Takamura juga memainkan aktingnya
dengan apik, didukung dengan suaminya, Takamura yang walaupun hanya muncul
sedikit dapat memberikan kesan tersendiri di film ini. Aku sedikit penasaran
dengan apa yang dia lakukan dengan matanya, aku tidak bisa membayang dia harus
terus-terusan membuat matanya seperti itu sepanjang film. Satu hal yang kusukai
dari film ini juga ending song dari film ini adalah lagu Kuroyume yang kulihat
tahun lalu. Sekarang aku mengerti kenapa PV lagu ini bisa seperti itu. Anyhow,
aku sangat merekomendasikan film ini karena film ini memiliki twist yang bagus
dan somehow, ending yang merupakan jawaban yang tepat untuk menutup film ini.
Bisa dibilang, aku sudah lama mau nonton film ini tapi, belum kesampean dan akhirnya lupa kalau mau nonton film ini. Untungnya, baru baru ini keingetan sama film ini dan AKHIRNYA bisa nonton film.
TOKYO! adalah sebuah film omnibus yang rilis tahun 2008. Ada 3 sutradara yang tergabung di film ini: Michel Gondry, Leos Carax, dan Bong Joon Ho. Honestly, aku pengen banget nonton karena ada Bong Joon Ho and I have no idea about the other two directors (while the other people often talk about Michel Gondry). But, it's nice to know about the them and their movies and I ended liking their movies as much as I like Bong Joon Ho's.
Yang pertama: Interior Design (Michel Gondry)
It's simple. Film ini menceritakan sepasang kekasih, Hiroko dan Akira (duile, bahasanya) yang diperankan sama Ryo Kase dan Ayako Fujitani. Mereka pergi ke Tokyo buat premiere film debutnya Ryo Kase. Tapi, di Tokyo, mereka belum punya apartemen dan menginaplah mereka di rumah temen mereka, Akemi (Ayumi Ito), waktu sekolah. Konfliknya sih pertama simple. Mereka nginep di rumah temen mereka, sementara temen mereka sedikit sedikit mulai annoy sama adanya mereka berdua. Belum lagi waktu ada pacar temennya datang. Pacar temennya juga annoy sama adanya mereka berdua.
Oiya, pusat dari cerita ini adalah Hiroko. Pertamanya sih aku ngga gitu ngeh, tapi ujung-ujungnya dikasi liat kalo orang yang dianggap bermasalah disini adalah Hiroko. Hiroko itu ngga bisa ngapa-ngapain. Kasarnya sih, dia ngga guna (kerja part time ngga diterima, ngga dapet-dapet apartemen, mobil diderek gara-gara dia lupa pindahin). Dan puncaknya dari cerita ini adalah
Berubahnya Hiroko jadi kursi. Well, I didn't expect that and this is hilarious. Aku sama sekali ngga nyangka kalo Hiroko berubah jadi kursi disini dan disinilah aku baru sadar maksudnya Interior Design. The story continues dengan Hiroko berubah bolak balik dari kursi ke orang, dari orang ke kursi. Terus Hiroko yang lagi berubah jadi kursi dibawa pulang sama seseorang (Nao Omori) untuk jadi 'Interior Design' buat orang itu. Ceritanya lucu sih menurutku dan akhirnya Hiroko benar-benar bisa berguna buat orang lain. Ya, jadi kursi itu, hahaha
Yang kedua: Merde (Leos Carax)
Aku ngga tahu apa cerita ini harus dimaknai dengan dalem atau cuma dinonton gitu aja. Yang jelas mah aku cuma nonton gitu aja dan ceritanya menarik sih buatku. Cerita tentang gelandangan (?) bernama Merde yang tinggal di got. (ngomong-ngomong, katanya Merde artinya shit ya?)
Yah, bukan sembarang gelandangan sih. Gelandangannya ini ngga tahu darimana dan kadang suka keluar jalan buat 'ngeganggu' orang-orang. Sebenarnya bukan ngeganggu juga sih, mungkin karena kebutuhan (lol) soale dia keluar buat ngambilin bunga, uang, rokok (bunga sama uang buat dimakan, rokok buat dihisap) dan cium ketek orang? (yang ini aku ngga ngerti dah). Pokoknya intinya si Merde ini kayak orang asing yang ngga tau siapa dan ngeganggu ketenangan orang Jepang sampai akhirnya ngeganggu ketenangan itu naik ke level yang tinggi. Dia ngelemparin bom ke orang-orang, sampe banyak korban. Terus akhirnya dia ditangkap karena tindakannya ini dan mau dihukum mati.
Nah, adegan selanjutnya adalah spekulasi siapa sebenarnya si Merde ini sampai datanglah seorang pengacara dari Prancis yang bilang dia bisa komunikasi sama si Merde. Ya ampun, aku antara mau ketawa sama bingung denger mereka komunikasi. Aneh banget lah, ngga jelas itu bahasa darimana. Mana pake tampar-tampar. Yang kutahu mah ada kata 'Popos' yang kayaknya artinya 'God' dan tiap nyebut itu mereka nampar muka mereka sendiri, lol. Oiya, terus si Merde ini kan mau dihukum gantung dan keputusan hukuman gantung ini, muncullah pergerakan-pergerakan baru, ada yang minta hukum Merde sampe bebaskan Merde dan lucunya lagi, Merde ini jadi semacam 'cult' gitu. Lucu sih, tapi kejadian Merde ini bukannya ngga mungkin terjadi lho. Orang sekarang cenderung jadiin sosok kayak Merde sebagai 'cult', mau seaneh apapun itu. Dan.....entahlah, aku ngga tahu mau bilang apalagi. Mungkin film Merde ini sejenis fenomena yang sering terjadi sekarang. But, overall, this is good! Film ini sangat menarik dan menyenangkan buat ditonton.
Yang ketiga: Shaking Tokyo (Bong Joon Ho)
NAH! Ini dia film yang ditunggu-tunggu. Pas banget nih urutannya, save the best for the last! Mungkin karena itu film Bong Joon Ho ditaro paling belakang (asal njeplak). Pertamanya sih antisipasinya filmnya bakal rame tapi, ternyata filmnya tentang hikkomori dan Bong Joon Ho, menurutku, berhasil buat highlight hal-hal kecil yang ada di sekitar hikkomori dan saking berhasilnya, aku sampe hampir kebosanan untuk ngikutin film ini. Eits! Bosan disini bukan bosan dalam arti hal yang jelek. Tapi bosan dalam arti hal yang bagus. Menurutku, jadi hikkomori itu berarti gimana jadinya kita akan mempehatikan hal-hal kecil yang orang biasa ngga perhatiin. Contohnya kayak gimana dia jelasin kalau semua benda itu bergerak. Jujur yak, aku hampir mati bosan disini sekaligus ngomong 'anjrit' karena scene ini bener-bener dazzling menurutku. Berasa complicated emang, tapi itu sih yang aku rasain.
Untuk flow cerita, pertamanya sih lumayan lambat, aku sabar-sabar aja ngikutin sampe akhirnya muncullah Yu Aoi, tukang antar pizza yang berhasil mengguncang hidup si Hikkomori, Teruyuki Kagawa. Dan literally, sesuai judul, di cerita ini, Tokyo emang lagi shaking dengan beberapa adegan gempa yang menandai beberapa perubahan di alur cerita. Shaking pertama, Teruyuki Kagawa yang Hikkomori untuk pertama kalinya kontak mata sama seseorang, si Yu Aoi yang nganterin dia pizza. Shaking kedua, kenyataan kalau si Yu Aoi sekarang yang jadi Hikkomori dan Teruyuki Kagawa ada di luar rumah. Dan shaking ketiga, Yu Aoi dan Teruyuki Kagawa pandang-pandangan habis Teruyuki Kagawa pushed love buttonnya Yu Aoi and possibly, they fall in love each other.
THIS!!!!! This will be one of my favorite scenes! Terus adegan mereka pandang-pandangan sambil dunia shaking itu bener-bener keren dan deg-degan. Bener-bener two thumbs for them deh. Aku paling suka adegan close up muka di film ini. Masing-masing orang bisa mengekspresiin semuanya dengan kerennya. Aku ngga kebayang berapa kali mereka take buat dapetin ekspresi muka yang tepat dan sekeren itu. Dan buat Bong Joon Ho yang sudah berhasil dapetin ekspresi itu, I love you, Sir! and also you make imagining what if fall in love can be happened if you just push a button. It makes life easier....or not? (lol)
Btw, trivia things for this movie, I wonder yak! Kenapa Yu Aoi disini digambarin hampir seperti robot. She had her buttons for some things, including emotions. Dan ada cameo robot juga disini, apa ada maksudnya yak? That human is slowly changing into robots? or it's because it's a film about Japan where hikkomori and robot are easily found in there. Idk.
OVERALL, siapapun yang demen arthouse movie, silakan menonton film ini karena film ini sangat recommended
Normally, I don't anticipate Indonesian film because I usually end up disappointed. But, I have a little hope for the rather-new film from the Mo Brothers, KILLERS. One (or two?) of the reasons is Kazuki Kitamura is the main character in that movie and he played as the cold-blooded murder which he can show the image of it, almost, in a perfect way. He kinda reminds me of the Christian Bale in American Psycho. As for Oka Antara, I did not pay much attention for his scenes (so sorry) but, I think he did a good job in portraying the complexity that he suffered in his daily life.
And for the movie, the first scene, somehow, reminds me with a movie which entitled Kiss The Girls, i guess. And for the latter scene till the end, I just watch the movie as it is. I mean, I don't think there is a remarkable scene that I've remembered much (maybe because I didn't pay much attention when I watched it) and the movie ended up just like any other thriller movie. Well, I'm a bit hoping that I'm gonna met a hilarious scene as in the 'Rumah Dara' when Dara lifted the saw and said, ENAK KHAAAN???!! I mean, this is what I expect when I watched a movie, something that I will remember and I can imitate that scene for making joke with my friends (lol, what a shallow reason). But, this is that I can't find in the KILLERS. Yet, I also understand that this is psychological thriller movie. Maybe, it's rather hard to put some comedy in this kind of movie while in Rumah Dara, it can.
Well, that's all that I can say about this movie. Honestly, I want to add some statement about the movie, maybe something clever, but I can find any words. Maybe, I'll add or edit something about this. And for the last,
(lol, i love this scene)
(take a sip of the trailer!)
Credits: Totobima for the Dara picture Guerilla Merah Films@youtube
Dan untuk kesekian kalinya, Ohisashiburi!
Untuk kesekian kalinya juga blog ini ditinggalkan.
Berhubung ada waktu dan bahan, hari ini mau ngereview tentang drama
Sebenarnya sudah beberapa tahun ini kebanyakan mengkonsumsi film Jepang dan Korea (drama Jepang dan beberapa drama Korea juga) cuman ngga pernah kepikiran buat bikin review. Sekarang mah kebetulan ada waktu ya why not?
Drama yang mau direview sekarang judulnya Pan to Supu to Neko Biyori (Bread and Soup and Cat Weather). Bahasa Indonesianya sih Roti, dan Kucing, dan Cuaca Kucing atau Kucing Cuaca, entahlah, hahaha....
Drama ini bukan drama baru, tapi aku yang baru nonton. Sepertinya sekitaran tahun 2008 (google aja kalau mau). Ini salah satu drama dari WOWOW, dan menurutku ini drama WOWOW paling simple yang pernah soalnya biasanya nonton drama WOWOW yang suspense atau thriller gitu, yang jalan ceritanya rada rumit. Tapi drama ini enak juga ditonton, berasa banget slice of life
Oke, intinya dari cerita film ini adalah seorang anak yang nerusin restoran Ibunya setelah Ibunya meninggal. Anaknya diperankan sama Satomi Kobayashi dan aku ngefans sama beliau ini habis liat film Kamome Diner(simple and yummy film!). Oiya, di drama ini juga ada Masako Motai, pasangan main beliau di Kamome Diner (dan setelah diliat, Satomi Kobayashi emang suka dipasangin sama Masako Motai). Drama ini juga kayak tipikal dorama WOWOW, cuman ada 4 episode. Tapi, overall, dorama ini lebih bagus kayak gitu, ngga usah ada penjelasan panjang-panjang tentang ceritanya karena ceritanya cuman tipikal your everyday life story. Oiya, ada juga yang bikin aku demen sama ceritanya. Roti sama supnya keliatan enak, apalagi aku demen banget sama sup, jadinya aku demen banget liat dorama ini
(Ini nih, bikin ngiler aja!)
In general sih, drama ini worth a try kalau suka nonton drama yang ada masakan sama berbau slice of life. Dorama ini cocok banget ditonton waktu senggang atau lagi istirahat habis kerja atau kuliah, soalnya ngga bikin kepala pusing, ya kalau diliat-liat anggaplah lagi nonton film dokumentary tentang restoran yang biasa ada di NHK (perbandingannya rada jauh). Dan untuk castnya, semuanya bagus dalam peranin peranannya masing-masing, ya mungkin karena karakternya juga ngga aneh-aneh. Satu orang yang jadi perhatian di dorama ini, selain Satomi Kobayashi, KANA!!! Kupikir pertamanya cowo dah!
(disini sih masih keliatan cantik)
Mbaknya perawakannya tinggi banget dan bahunya lebar, kupikir nemu orang ganteng, taunya.........eniwei, kupikir mbaknya artis baru, taunya udah lumayan berumur, tapi wajahnya menipu dan tidak untungnya lagi, mbaknya cuma main film dan drama sedikit. Padahal menurutku sih aktingnya lumayan kok, ngga jelek.
Ya, itu saja review kali ini. Kapan-kapan, atau mungkin habis ini, aku mau bikin review lain. Mungkin Kamome Diner atau drama makanan lainnya, hehehe
A solo project by Ferri (vo. key. programing), An artist from Fukuoka.
She is active around Tokyo now. With a laptop, she performs lyrics,
composition, arrangement, the keyboard performance, and vocal by her
own. She spins music which sounds like looking around slightly sad and
missing scenery of your young time, and fuses the classic sound using
the piano she got used to from childhood and a homesickness-like
synthesizer sound. The solid synthesizer sound with the expanse and her
vocal sounding from a low tone to a falsetto freely.
The electronic sound that is ambient to go round like a
revolving lantern. The music of magnificent Ferri with the thickness
leads you to such a mysterious world. It seems to draw your small life
on the campus called the earth.
Yes, I am an ambient sucker and she's just there with the right sound and right time(lately, I'm kinda feeling down and her music is like putting salt in your wound so, I like it). And if you ask about how is her music, maybe she's a bit like KOKIA, but there is an uniqueness in her music. She mixes various sounds and it blends together in unity, it's just perfect for me. The first song I've heard is fading sigh. At first, I feel the song is kinda off and weird, and it's like I'm walking in a dark wooden forest alone, wandering desperately to find the way out, and suddenly I'm feeling something chasing me before in the end, I'm falling into deep black hole (wow! I should make a songfic of it, lol).
So, it' like that. For me, each of her song puts me into a journey, not a pleasant one, but, it's the way I like. And if you have a last.fm account, you might add her as your friend because she had one : http://www.last.fm/user/ferri-japan
I haven't added her as my friend because I'm a shy person, but I bet it will be a great opportunity to talk to her in personal. Plus, it seems she can speak English so, there is no language barrier, then.
At last, I'm gonna put her song here and lemme know how you think about her music. It's the song that I mention before, fading sigh